Coba kurangi naik ojol ya, nggak syar’i buat akhwat

Ojol(2)

Seharian kemarin aku bolak balik kajian dan itu membuatku menyadari suatu hal. Akhwat di sini sepertinya sangat menjaga diri dari berduaan dengan orang yang bukan mahram. Bahkan walaupun sudah ada akad jasa yang jelas seperti ojol ini, mereka merasa bahwa tetap saja itu namanya goncengan sama laki2 non mahrom. Takut dosa dong

Aku sendiri dibuat risih dengan hal ini. Selama masa liburan di jakarta, aku yang ngga bisa naik motor memang pakai ojol kemana-mana. Atau misalkan yang paling kentara, waktu masih di alkahfi satu satunya cara kita bisa keluar dari asrama ya pakai ojek itu. Abang ojek pangkalan yang jadi langganan seluruh penghuni asrama. Mau ikhwan atau akhwat, guru, murid atau wali asrama sarana keluar nya pakai ojek ini. Makanya nggak pernah berduaan sama mamang ojek itu aku bahas di masalah ikhtilat.

Pertama kali aku dengar isu goncengan sama abang ojek itu waktu lagi ngobrol santai sama teman. Waktu itu mbaknya bilang kalau beliau lebih milih pendapat anak2 jakarta yang memperbolehkan naik ojol. Beda dengan temanku yang satu, abi nya lebih suka dia tidak digonceng. Sebulan setelah sampai malang, abi nya langsung kirim motor sebagai kendaraan pribadi. No gonceng gonceng.

Sering sih mbak mbak nawarin tumpangan kalau habis pulang kajian. Sekitar 2 3 kali. Tapi kukira itu karena mereka pernah merasakan kantong kosong akibat mahalnya tarif ojol. Maka sebagai tanda sayang, mereka tawarkan tumpangan untuk mengurangi pengeluaran sang adek. Kebetulan sampai waktu itu kosan mbak yang nawarin tumpangan nggak pernah jauh jauh dari kosan ku. Aku nggak terlalu merasa bersalah kan.

Barulah kemarin itu aku merasa risih. Aku habis dari sigura gura mau ke tunggulwulung. 10 ribu pake grab. Mbak yang jemput aku menawarkan diri untuk nganterin. Agak memaksa bahkan. Aku tangkap bahwa mereka berusaha keras mencegahku goncengan sama abang ojek. Teringat percakapan tadi pagi tentang ojek syar’i. Maksudnya yang nganter sesama akhwat. Mbak yang satu ini juga menyayangkan aku nggak punya aplikasi ojol syari. Kembali mereka menawarkan diri mengantarku pergi.

Aku menolak, toh tadi sudah diantar pergi. Masa pulang diantar lagi. Mbak nya bilang tak apa, tempat tinggalku lewat situ kok. Aku tanyakan dimana, ia menjawab di dekat sardo. Oi itu jauh, batinku. 9 ribu pakai ojol dari tunggulwulung ke sardo. Beralasan takut ada polisi dan aku nggak bawa helm, aku menolak tawaran mbak nya. Bagiku saat itu namanya kesopanan, entah apa yang mbak nya rasakan. Di perjalanan bersama abang ojek, perkiraan ku bergeser pada, wah ini ya orang jawa. Baik banget segala dikasih tumpangan. Kalo di jakarta mah segala individualis.

Masih di sore yang sama, ada ukhti lain yang menanyakan sikapku tentang goncengan dengan lawan jenis. Aku tangkap maksudnya goncengan dengan teman cowok. Aku jawab kalau sejauh ini aku berusaha jaga imej islami di angkatan, kalau emang ditawari goncengan ama temen cowok aku akan tolak. Mending pakai ojol karena ada akad nya. Dan ga kenal kan. Respon ukhti itu iya, tapi lain kali kurangi saja goncengan sama abang abang ya. Aku pikir salah dengar, dan aku artikan hindari goncengan sama temen putra.

Sore itu waktu mau pulang, barulah aku merasakan ketakutan mendadak. Takut kalau waktu aku mau pulang ada mbak mbak yang nanya, atau interogasi menurutku, aku pulang sama siapa. Lalu memaksa untuk nganteri aku walaupun urusan mereka belum selesai, atau tempat tinggal mereka jauh entah di mana. Di perjalanan pulang aku sampai pada kesimpulan bahwa adat di sini, ukhti ukhti sebisa mungkin jangan goncengan. Ukhti lain yang punya motor, akan sedia mengantarkan.

Apa aku bisa menerima hal ini?

Untuk saat ini tidak. Aku pribadi merasa berat kalau ada yang mengantarkan pulang pergi, terlebih itu orang yang sama. Takut merepotkan. Dan juga selama perjalanan kan harus bisa menyambung percakapan. Itu juga burden.

Apa aku akan beradaptasi dengan hal ini?

Entah lah. Sekarang belum terbiasa memang. Tidak tahu nanti sore.

Published by

potatoninatte

A student at brawijaya university. Having 5 siblings is tough, don't let me start with their academics. I wish i could travel around the world, Go to mekkah with my ummi and bapa. I write what necessary for me, and maybe for people who feels the same.

Leave a comment